Kampus Syariah

Universitas Indonesia Membuka Program Studi Baru Ekonomi Syariah

Perkembangan Sukuk di Indonesia

Sukuk, instrument keuangan syariah yang mulai berkembang di Indonesia. Sejauh mana perkembangannya?

Dasar-dasar Akuntansi Syariah

Yuk, belajar akuntansi syariah...

Mati dilindas Buldozer

Aktivis kemanusiaan Amerika mati dilindas buldozer oleh tentara Israel...

Kontribusikan Pemikiran Anda di Shariapedia

Tuliskan gagasan mu, majukan Ekonomi Islam!

Thursday 13 September 2012

September dan Terorisme

Tragedi hancurnya gedung pusat perdagangan dunia 11 September 2001, tampaknya meninggalkan tren tersendiri bagi bulan September. Pengulangan berita terkait dengan kerjadian tersebut disertai dengan berita-berita terkini yang diarahkan pada maraknya bentuk terorisme. Saat ini pemberitaan media mengenai terorisme bukan lagi sekedar berpusat di pusat kota. Terorisme menyebar ke pelosok-pelosok, hingga daerah terpencil. Pertanyaannya untuk apakah teroris menyebar teror di lokasi terpencil?

Banyak spekulasi yang beredar. Diantaranya adalah spekulasi mengenai teori konspirasi. Apakah betul aparat keamanan seperti polisi, intelegen nasional, dan internasional merupakan dalang dari semua kejadian dibalik terorisme nasional belakangan ini? Apapun kebenarannya, media menjadikan berita ini (terorisme) menjadi sebuah berita besar yang secara tidak langsung membuat blow up pesimisme Islam. "Bad news is a good news" apakah semboyan tersebut layak demi meraih keuntungan semata. Peran media sangatlah penting dalam rangka membentuk opini publik mengenai kejadian yang terjadi di sekitar masyarakat.

Idealisme Media
Berita media massa mengenai ekstremisme berlebihan tampaknya telah lebih redup dibandingkan dengan satu dekade lalu. Entah bosan, atau hal ini sudah tidak menarik lagi. Namun, belakangan, muncul kembali beberapa kasus mengenai teroris belia jaringan Solo. Entah apakah hal ini dapat dikaitkan dengan politik, baik politik nasional dan internasional.

Reduksi islamophobia seiring dengan minimnya pemberitaan "buruk" mengenai Islam. Belakangan pemberitaan ini mulai muncul kembali. Pemberitaan terkesan tidak berimbang mengenai baik dan buruk. Bahkan terkesan bahwa semuanya adalah buruk. Apakah  memang idealisme media telah memudar dari warna aslinya?

Banyak kasus selain "terorisme" yang diartikan selama ini yang sebenarnya merupakan terorisme sesungguhnya. Tidak ada yang mengingatkan mengenai kisah Rachel Corie, aktivis pemudi Amerika Serikat yang mati karena dilindas buldozer oleh tentara Zionis. Padahal hal ini sungguh-sungguh merupakan kekejaman yang nyata. Bagaimana dikisahkan Rachel Corie merasa berdebar-debar setiap detik berada bersama warga Palestina karena teror Zionis yang tidak kenal waktu dan membabi buta. Jutaan rakyat Palestina mati selama beberapa dekade sejak kedatangan Zionis ke tanah Palestina. Apakah hal ini bukan termasuk terorisme?

Publisitas kubah As Sahkhra yang selama ini diungkap sebagai kubah Al Aqsa. Bahkan media internasional seperti BBC, CNN pun tidak jujur dalam peliputan berita. Lalu kemana media nasional yang notebene merupakan negara muslim terbesar? Kita mesti pandai memilah-milih berita dan informasi yang masuk ke telingan kita, informasi yang kita baca, dan kita dengar. Perlu adanya klarifikasi lebih lanjut meskipun berita datang dari sumber yang ternama. "Sejarah (berita) tergantung siapa yang berkuasa." (fhw)

Saturday 1 September 2012

Investor Timur Tengah Minati Perbankan Syariah Indonesia


Tiga investor asal Timur Tengah telah mengajukan rencana menanamkan modal di industri perbankan syariah dalam negeri ke Bank Indonesia (BI).


Hanya saja, bentuk investasi belum ditetapkan, apakah sekadar membuka kantor perwakilan, mendirikan bank syariah, atau mengakuisisi lalu mengonversi bank konvensional yang telah ada.

"Yang datang investornya langsung, dari Timur Tengah, ada dua atau tiga. Negaranya ada dari Kuwait, Turki, yang satu lagi saya lupa, tetapi Timur Tengah juga," ujar Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syariah BI Edy Setiadi di Jakarta, Jumat (31/8/2012).

Edy mengatakan, sejumlah investor tertarik pada industri syariah dalam negeri lantaran pertumbuhan yang signifikan, terutama di segmen ritel. Per Juni 2012 saja aset industri perbankan syariah telah tumbuh 41,6% menjadi Rp155,41 triliun dari Rp109,75 triliun pada Juni 2011.

Walaupun secara historis industri syariah selalu tumbuh pesat, Edy mengatakan, tahun ini diprediksi akan ada perlambatan. "Mungkin tidak akan setinggi sebelumnya pertumbuhannya. Saya kira kalaupun maksimal sama lah dengan tahun lalu. Kalau kita lihat nett ekspansinya, setidaknya sama dengan tahun lalu," jelas Edy, dalam laman Media Indonesia.

Penyebab utama penurunan pertumbuhan industri adalah turunnya dana pihak ketiga kelolaan bank syariah akibat pengalihan dana haji ke sukuk. Jika dibandingkan dengan dana kelolaan pada akhir tahun lalu pertumbuhan DPK hanya mencapai 3,62% menjadi Rp119,27 triliun per pertengahan tahun ini.

Dana yang hilang dari tabungan haji berkisar Rp5-6 triliun. Total dana haji sendiri Rp7 triliun.*

Rep: Insan Kamil
Red: Syaiful Irwan
(hidayatullah.com)

Butuh Modal Kuat agar Lebih Efisien


Bank Syariah di Indonesia dihadapkan oleh dilema, sebagai akibat dari belum adanya efisiensi dalam informasi pasar perbankan syariah, perbankan syariah dihadapkan dalam inefisiensi biaya-biaya perbankan. Framework mengenai perbankan syariah di masyarakat masih merupakan bank yang halal dan murah.

 Meski labanya tumbuh secara signifikan, efisiensi bank umum syariah masih rendah. Perlu dukungan bank induk untuk memperbesar modal sehingga kinerja bank syariah makin membaik. Darto Wiryosukarto

Bank Indonesia (BI) mengimbau perbankan nasional menurunkan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BO/PO). Imbauan tersebut didasari oleh kondisi perbankan nasional yang kurang efisien dalam mengelola dana. BI membandingkan kondisi perbankan nasional dengan perbankan di kawasan lain di ASEAN. BO/PO perbankan di kawasan lain di ASEAN berkisar 40% hingga 60%, sementara di Indonesia mencapai 85,42% per akhir 2011.
Kondisi tersebut tampaknya mencemaskan BI selaku regulator mengingat krisis Eropa dan Amerika Serikat masih menghantui kondisi di dalam negeri dan diprediksi akan terasa getarannya pada semester akhir tahun ini.
Belajar dari krisis-krisis sebelumnya, efisiensi menjadi salah satu kunci sukses industri perbankan dalam meningkatkan daya tahan, tak terkecuali perbankan syariah. Apalagi, BO/PO bank umum syariah tak beda jauh dengan bank konvensional, yakni 84,15%.
Jika berpegang pada angka yang dikehendaki BI, yakni di kisaran 80%, atau idealnya di antara 60% dan 70%, mayoritas bank umum syariah (BUS) di Indonesia masih jauh dari harapan.
Berdasarkan data Biro Riset Infobank (birI), dari 11 BUS di Indonesia, hanya tiga bank yang BO/PO-nya di bawah 80%, yakni Bank MayBank Syariah Indonesia (55,18%), PaninBank Syariah (74,30%), dan Bank Syariah Mandiri (76,44%).
Selebihnya, atau delapan bank syariah, memiliki BO/PO di atas 80%. Bahkan, ada empat bank dengan BO/PO di atas 90%, yakni BRI Syariah (99,56%), Bank Syariah Bukopin (93,86%), BCA Syariah (91,72%), dan Bank Mega Syariah (90,80%).
Namun, BO/PO rendah ternyata tak serta-merta membuat bank syariah mampu menangguk untung berlimpah. Bahkan, Bank MayBank Syariah Indonesia, yang memiliki BO/PO terendah di antara 11 bank syariah, justru mengalami penurunan laba. Pada 2010 bank asal negeri jiran itu meraih laba tahun berjalan Rp44,81 miliar, tapi akhir 2011 hanya mampu mengumpulkan laba Rp40,26 miliar atau anjlok 10,14%.
Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang letoy menjadi salah satu penyebab turunnya laba MayBank Syariah. Tak heran, meski BO/PO-nya rendah dan return on asset (ROA) tinggi, hal itu tak mampu mendongkrak raihan laba karena ekspansi aset akhirnya bertumpu pada dana mahal yang menyebabkan tingginya biaya dana dan pada gilirannya menggerus laba.
Per akhir 2011 pertumbuhan DPK MayBank Syariah hanya 1,55%. Tabungan yang diharapkan bisa menjadi sumber dana murah justru turun 30,98% dari Rp22,31 miliar menjadi Rp15,39 miliar.
Berbeda kondisinya dengan PaninBank Syariah dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Meski BO/PO kedua bank ini lebih besar daripada MayBank Syariah, yakni masing-masing 74,30% dan 76,44%, keduanya berhasil meraih laba signifikan. Bahkan, laba PaninBank Syariah melonjak 228,72% pada akhir 2011. Suntikan modal yang mampu mendongkrak penyaluran pembiayaan hingga naik 216,58% menjadi salah satu penopang kenaikan laba bersih PaninBank Syariah dari –Rp7,17 miliar menjadi Rp9,23 miliar.
BSM setali tiga uang. Meski persentase pertumbuhan DPK dan pembiayaan lebih kecil dibandingkan dengan PaninBank Syariah, secara nominal perolehan labanya jauh melambung, bahkan menjadi bank syariah dengan raihan laba terbesar, yakni Rp551,07 miliar. Besarnya biaya operasional yang mencapai Rp3,76 triliun bisa diimbangi dengan pendapatan operasional yang mencapai Rp5,05 triliun sehingga tidak menggerogoti laba.
Meski sama-sama disokong bank BUMN sebagai induk usaha, BRI Syariah tak seefisien BSM. Bahkan, bank yang baru beroperasi sekitar dua tahun ini menjadi bank syariah dengan BO/PO terbesar, yakni 99,56%. Pergantian jajaran direksi dan perubahan haluan bisnis diprediksi menjadi faktor penyebab tidak efisiennya kinerja BRI Syariah sepanjang 2011.
Namun, BRI Syariah ke depan berpotensi melesat tinggi dengan melihat pertumbuhan di semua sektor, baik DPK, pembiayaan, maupun aset. Yang dibutuhkan BRI Syariah saat ini adalah tambahan modal sehingga bisa berkinerja cemerlang seperti bank induknya.
Tambahan modal dari bank induk memang menjadi salah satu advis Direktorat Perbankan Syariah BI untuk mendongkrak pertumbuhan bank syariah. Dengan sokongan modal yang signifikan, ekspansi bank syariah bisa lebih kencang dan jauh lebih efisien.
“Jangan setengah-setengah dalam membesarkan bank syariah. Toh, pada akhirnya nanti akan membesarkan holding-nya juga,” ujar Edy Setiadi kepada Infobank, medio Juni lalu.
Suntikan modal untuk mendukung ekspansi bisnis dan efisiensi juga diperlukan Bank Mega Syariah dan Bank Syariah Bukopin sehingga tidak harus menyedot cadangan modal yang makin menipis. Bank Mega Syariah yang pertumbuhan labanya -14,30% hanya memiliki cadangan modal (CAR) 12,03% atau terkecil di antara bank umum syariah lain, sementara Bank Syariah Bukopin yang CAR-nya 15,29% mencatatkan pertumbuhan laba 19,30%.
Di lain pihak, bank-bank syariah dengan BO/PO di kisaran 80%-an masih bisa menikmati gurihnya pertumbuhan laba di atas 100%. Bahkan, Bank Victoria Syariah dengan BO/PO 86,40% mampu membukukan pertumbuhan laba tahun berjalan sebesar 789,88%, diikuti BJB Syariah (BO/PO 84,07%) sebesar 234,84% dan BNI Syariah (BO/PO 87,86%) sebesar 142,98%. (infobanknews)