Monday 15 October 2012

Gotong Royong Berbagi Risiko

Beberapa minggu lalu saya dapat kesempatan bertemu dengan salah seorang praktisi perbankan syariah di Bank Indonesia. Beliau menyampaikan mengenai kontempelasinya atas hal-hal yang dirasa kurang mendasar dalam praktik perbankan syariah. Berikut ulasannya.

Kembali kepada sifat sunatullah manusia bahwasanya manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa hidup tanpa orang lain. Sebutlah ketika kita ingin membeli suatu buah di pasar, pastinya kita berinteraksi dengan orang lain. Lalu apa yang menjadi masalah? Permasalahan yang timbul adalah kurangnya rasa kebersamaan yang ada diantara umat. Interaksi sosial baik dalam hal jual-beli dan lain-lain hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan semata yang bersifat individu.

Manusia terdorong untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Kemudian menyimpannya. Akibatnya adalah kurangnya rasa sosial dengan menyalurkan harta (hal ini karena kecenderungan takut atas risiko kehilangan harta). Padalah sejatinya, dalam Al Qur'an pun menjelaskan bahwasanya dalam kehidupan ini ada aliran. Aliran darah yang masuk ke jantung, atau aliran darah yang keluar dari jantung misalnya menjadikan manusia tetap hidup normal. Tapi bayangkan ketika terjadi kekurangan darah sedikit saja, atau peredaran darah macet. Maka bisa jadi seketika itu juga manusia mati tak berdaya.

Begitu pula dengan ekonomi. Pada dasarnya aliran (uang dalam hal ini) merupakan bahan bakar utama perekonomian. Maka Islam pun memberikan aturan mengai keseimbangan aliran ini melalui fungsi zakat, infaq, dan shodaqoh. Keberlangsungan aliran dalam perekonomian menjadi perekonomian terus berputar sempurna. Namun sayangnya, orang-orang cenderung untuk menimbun hartanya karena mereka tidak berani mengambil risiko. Maka terbentuklah berbagai macam aturan mengenai risiko hingga pembuatan asuransi. Hal ini merupakan cerminan betapa kita takut atas risiko (buruk) dan berusaha mengalih takdir buruk tersebut kepada orang/lembaga lain.

Konsep mendasar yang tidak hanya terbatas pada perekonomian Islam saja melaikan juga menjadi konsep perbankan universal idealnya dibangun dari kondisi masyarakat yang tidak takut akan risiko. Selain itu, diantara masyarakat juga mau menanggung risiko saudaranya yang lain. Bayangkan jika saja di lingkungan kita tetangga kanan atau kiri kita yang kesulitan kita bantu, maka  tidak akan ada yang namanya kerugian, kemiskinan, hingga kejadian kriminalitas akibat tuntutan perut, dsb.

Pada tataran konsep perbankan, bank merupakan lembaga intermediasi yang bertugas mengalirkan dana dari orang yang memiliki dana lebih kepada orang yang kekurangan dana untuk hal-hal produktif ataupun yang sifatnya konsumtif. Hal yang saya suka dari penyamapaian Bapak tersebut adalah tataran konsep dijabarkan dalam implementasi sistem perbankan itu sendiri. Beliau mengatakan bahwa idealnya jumlah bank itu sedikit. Dalam hukum pareto 80% uang dikuasai oleh 20% bank dan sebaliknya 20% uang dikuasai oleh 80% bank. Akibatnya jika jumlah bank banyak adalah spread atau persebaran risiko semakin kecil. Namun kebalikannya jika jumlah bank ada lebih sedikit, maka bank tersebut akan mampu menyerap jumlah nasabah yang lebih banyak. Sebagai implilasi dari hal ini, misalnya ada petani di wilayah Cianjur yang mengalami kerugian akibat gagal panen, maka nasabah di seluruh wilayah dapat ikut serta menanggung kerugian yang dialami petani Cianjur tersebut. Semakin besar jumlah nasabah, maka semakin kecil besaran risiko yang ditanggung. Mungkin hal ini dapat menjadi isu awal perbaikan sistem perbankan di Indonesia yakni dengan memperkecil jumlah bank.

Dalam diskusi tersebut kita terkadang mengkotak-kotakkan akan perekonomian konvensional dengan perekonomian Islam. Pada dasarnya tidak ada yang lebih super diantara keduanya. Untuk kita sebagai seorang muslim, ekonomi Islam ini sebenarnya adalah dobrakan baru bentuk ekonomi yang ideal di masyarakat. Oleh sebab itu lebih baik dikatakan ekonomi universal. Permasalah mengenai ekonomi merupakan masalah bersama yang dihadapi umat manusia di seluruh dunia. Para ekonom sedang membuat formulasi baru mengenai sistem ekonomi yang terbaik. Apakah kita telah puas dengan sistem ekonomi yang ada sekarang? Apakah sistem ekonomi sekarang merupakan sistem ekonomi yang ideal, kuat, dan terhindar dari krisis yang menjadi momok umat manusia? Wallahu a'lam bis shawab.

0 comments :

Post a Comment